Selasa, 22 April 2008

By zakimathTeka-teki Matematika 120 Tahun Terpecahkan

By zakimath


Belasan matematikawan berhasil menyusun E8, sebuah struktur teoretis 248 dimensi. Setelah empat tahun bekerja sama dengan intensif, 18 matematikawan terkemuka dan pakar komputer dari Amerika Serikat dan Eropa berhasil memetakan E8, salah satu struktur matematika terumit dan terbesar. Pemetaan ini diharapkan dapat digunakan untuk menguji teori tentang struktur alam semesta serta teori gabungan ruang, waktu, dan materi.Jeffrey D. Adams, pemimpin proyek dan profesor matematika di University of Maryland, mengatakan E8 sebenarnya telah ditemukan lebih dari satu abad yang lampau, pada 1887. Namun, ia baru bisa dipecahkan sekarang karena tak seorang pun yang berpikir struktur itu bisa dimengerti.

Belasan matematikawan berhasil menyusun E8, sebuah struktur teoretis 248 dimensi.
Setelah empat tahun bekerja sama dengan intensif, 18 matematikawan terkemuka dan pakar komputer dari Amerika Serikat dan Eropa berhasil memetakan E8, salah satu struktur matematika terumit dan terbesar. Pemetaan ini diharapkan dapat digunakan untuk menguji teori tentang struktur alam semesta serta teori gabungan ruang, waktu, dan materi.
Jeffrey D. Adams, pemimpin proyek dan profesor matematika di University of Maryland, mengatakan E8 sebenarnya telah ditemukan lebih dari satu abad yang lampau, pada 1887. Namun, ia baru bisa dipecahkan sekarang karena tak seorang pun yang berpikir struktur itu bisa dimengerti.
Soal yang satu ini harus menunggu datangnya era superkomputer dan Internet hingga bisa dipecahkan. Ini adalah pencapaian yang akan menjadi landasan, baik untuk kemajuan dalam pengetahuan dasar maupun perhitungan skala besar dalam memecahkan berbagai permasalahan matematika yang rumit, kata Adams.
Pemetaan E8 ada kemungkinan punya implikasi yang tidak dapat diramalkan sebelumnya di bidang matematika dan fisika. Struktur E8 adalah induk kelompok Lie, yang ditemukan oleh Sophus Lie, matematikawan Norwegia abad ke-19, untuk mengeksplorasi simetri.
Bagi matematikawan dan fisikawan, simetri amat penting karena bisa memberikan wawasan yang amat mendalam untuk memahami sebuah masalah. Kelompok Lie adalah nama yang diberikan untuk sebuah kumpulan deskripsi matematis untuk membantu mengilustrasikan simetri dari sebuah obyek. Grup Lie untuk bidang bulat, misalnya, menggambarkan seluruh operasi matematika yang bisa dilakukan pada bidang itu tanpa mengubah penampilannya.
Teorinya, segala bentuk obyek simetris, seperti sebuah bidang bulat, adalah anggota kelompok Lie. Anggota kelompok ini adalah beberapa set transformasi yang terus-menerus tanpa mengubah penampilan sebuah obyek.
Sebuah bidang bulat, misalnya, bisa diputar pada jarak mana pun di sekitar porosnya dan tetap terlihat sama. Silinder, bola, atau kerucut adalah contoh obyek tiga dimensi simetris yang paling umum dan sederhana.
Ketika mempelajari struktur simetri dalam kelompok Lie, para matematikawan menemukan lima perkecualian dari empat kelas grup Lie itu. Salah satu struktur nyeleneh yang paling rumit dari kelompok Lie itu adalah E8, potongan origami geometris dalam 248 dimensi.
E8 adalah simetri yang paling sulit, kata David Vogan, profesor matematika di Massachusetts Institute of Technology (MIT), yang terlibat dalam penghitungan itu. Matematika selalu menawarkan contoh lain yang lebih susah daripada bentuk yang Anda amati sekarang, tapi untuk grup Lie, E8 adalah yang paling sulit.
Biarpun sulit, pemecahan E8 memang layak diperjuangkan. Struktur ini diharapkan bisa menjadi landasan Teori Segalanya yang dicetuskan Albert Einstein dalam upaya menggambarkan alam semesta kita. Pada saat ini para pendukung Teori Dawai (String Theory) mencari teori alam semesta dengan menghitung E8 x E8.
Mengingat luasnya alam semesta, tak mengherankan jika magnitudo kalkulasi E8 ini amat besar, jauh lebih besar dibanding Proyek Genom Manusia. Genom manusia, yang mengandung seluruh informasi genetik sebuah sel, besarnya kurang dari satu gigabita. Sedangkan hasil penghitungan E8, yang berisi semua informasi tentang struktur itu, berukuran 60 gigabita.
Ukuran ini cukup untuk menyimpan musik dalam format MP3 selama 45 hari tanpa berhenti. Jika disalin di atas kertas, jawaban hitungan ini akan menutupi area seluas Manhattan, Amerika Serikat, yakni 61 kilometer persegi.
Sebuah gambar E8 dengan ketajaman rendah yang dikeluarkan MIT memperlihatkan struktur mirip tenda sirkus beraneka warna, seperti mainan konstruksi anak-anak dengan tiang-tiang yang saling berhubungan. Kami tak pernah berharap bisa merepresentasikan struktur itu seutuhnya karena ini adalah abstraksi matematis, kata ilmuwan Belanda, Marc van Leeuwen, dari University of Poitiers, Prancis.
Van Leeuwen mengatakan dari struktur itu memang bisa dibuat beberapa gambar yang bagus. Tapi selembar kertas hanya dua dimensi sehingga Anda tak akan pernah bisa melihat obyek riilnya.
Meski abstrak dan sulit dibayangkan, fisikawan Hermann Nicolai dari Max Planck Institute for Gravitational Physics di Potsdam, Jerman, menganggap E8 sebagai struktur matematika paling indah. Tapi sangat kompleks, ujarnya.
Apa Itu E8?
Obyek ini dianggap memiliki struktur matematika paling simetris di alam semesta. Namun, para pakar matematika dan fisika yang berhasil membuatnya sekalipun tak bisa menggambarkan deskripsinya dengan kata-kata. Bentuk ini sangat abstrak, kata Jeffrey D. Adams, profesor matematika di University of Maryland, Amerika Serikat.
Brian Conrey, Direktur Eksekutif American Institute of Mathematics, yang menjadi sponsor proyek itu, menyatakan benda ini memang tak bisa digambarkan. Bentuknya semacam kurva, sejenis benda dengan permukaan yang berbentuk seperti donat, kata Conrey. Anda bisa memutarnya dalam berbagai cara dan yang menakjubkan ia selalu simetris.
Sebuah situs milik American Institute of Mathematics menjelaskan E8 sebenarnya adalah empat benda yang berbeda tapi saling berhubungan. E8 adalah struktur pertama dari sistem akar yang luar biasa besar, sebuah set vektor dalam sebuah ruang vektor riil 8 dimensi.
Karena teramat besarnya E8, maka untuk mengetahui seluruh dimensi simetris dari obyek 57 dimensi ini diperlukan kalkulasi 200 miliar angka. Bisa dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan seorang matematikawan menghitungnya sehingga perlu 18 matematikawan serta satu superkomputer.
E8 adalah anggota grup Lie yang paling rumit karena merupakan obyek 57 dimensi yang amat simetris sehingga bisa diputar-putar dalam 248 cara tanpa mengubah penampilannya. aimath NYTimes
Yang Menemukan Kebahagiaan
Untuk memecahkan masalah yang supersulit ini, matematikawan harus menanggalkan kebiasaan soliternya. Mereka harus berkolaborasi dengan belasan pakar matematika dan komputer lainnya. Dari dua benua yang dipisahkan Samudra Atlantik, mereka menggabungkan matematika teoretis dan program komputer yang ruwet.
Literatur soal ini amat tebal dan sangat sulit dipahami, kata David Vogan, profesor matematika di Departemen Matematika Massachusetts Institute of Technology. Bahkan setelah kami mengerti dasar matematikanya, masih perlu waktu dua tahun untuk mengimplementasikannya di komputer.
Kesulitan selama empat tahun berkutat dengan E8 itu diungkapkan Vogan dalam ceramah bertajuk Tabel Karakter E8 atau Bagaimana Kami Menulis Matriks 453.060 x 453.060 dan Menemukan Kebahagiaan di kampusnya.
Masalah yang paling membuat pusing kepala adalah menemukan komputer yang cukup besar untuk menyelesaikan kalkulasinya. Selama satu tahun penuh, tim itu berusaha merampingkan kalkulasi tersebut seribu kali lipat agar lebih efisien dan muat dalam superkomputer yang ada.
Meski mereka sudah bekerja keras, kalkulasi itu masih di luar batas kemampuan generasi mesin hitung paling mutakhir. Tepat ketika tim mulai kehilangan harapan bisa melihat realisasi hasil kerja mereka, salah seorang di antara mereka mempunyai gagasan untuk membagi-bagi perhitungan itu menjadi beberapa kelompok sehingga bisa dikalkulasi secara terpisah.
Hasil dari tiap kelompok kemudian digabungkan untuk mencari cara penyelesaian terakhir. Untuk mencari kalkulasi final sebuah matriks 453.060 x 453.060 sel itu, superkomputer Amerika, Sage, membutuhkan waktu 77 jam.
Namun, seperti diungkapkan Vogan, pada akhir perjuangan itu tim Atlas yang beranggotakan 18 orang ini memang menemukan kebahagiaan. Meskipun salah seorang di antara mereka, ilmuwan Prancis, Fokko du Cloux, meninggal pada 2006, setahun sebelum teka-teki rumit ini terpecahkan.
Terobosan ini adalah kemajuan amat penting dalam ilmu fisika karena dapat dipakai untuk menguji teori kunci tentang berbagai simetri fundamental di alam. Di antara berbagai simetri yang diperdebatkan itu adalah bentuk kosmos, yang diciptakan suatu ledakan besar 13 miliar tahun lampau dan partikel dasar itu sendiri, kata Hermann Nicolai, Direktur Albert Einstein Institute di Potsdam, Jerman.
Sumber :
Koran Tempo (26 Maret 2007)

“Rahasia” Teka-teki Matematika

Berikut ini satu contoh teka-teki yang sangat terkenal*. Sering dipakai oleh banyak orang untuk berteka-teki. Walaupun “angka-angka” dan konteks yang dipakai dalam teka-teki berikut ini seringkali berbeda, tetapi prinsip teka-tekinya tetaplah sama**.
Tiga sekawan masuk ke hotel untuk menginap. Kata petugas, harga sewa kamarnya Rp. . Masing-masing mengumpulkan uang Rp. untuk membayarnya. Setelah ketiga orang tadi pergi menuju kamar, sang petugas sadar bahwa harga sewa kamarnya seharusnya cuma Rp. .
Kemudian sang petugas meminta Bel-boy untuk menyerahkan uang Rp. kepada ketiga orang tadi. Karena uang Rp. berbentuk pecahan Rp , si Bel-boy hanya menyerahkan uang kepada ketiga orang tadi sebesar Rp. , sedangkan yang Rp. disimpan untuknya. Uang yang Rp. tersebut dibagi-bagi ke tiga orang tadi, masing-masing Rp..
Sehingga, bila dihitung-hitung, masing-masing orang hanya membayar Rp. . Jadi, bertiga sebenarnya membayar Rp. Rp . Bila ditambahkan ke uang Rp. yang dipegang si Bel-boy, maka jumlahnya Rp. . Lantas yang Rp. lagi ke mana?
Bagaimana, apakah Anda dapat memecahkan teka-teki tersebut? Bila belum, Anda boleh membaca pemecahannya seperti uraian berikut. Bila Anda dapat memecahkannya, saya ucapkan selamat atas keberhasilannya. Namun Anda pun boleh membandingkannya dengan cara pemecahan berikut ini.
Sebenarnya uang yang Rp. tidak pergi ke mana-mana. Tidak hilang, tidak lenyap. Jumlah uang yang beredar di teka-teki tersebut tetap saja Rp . Tapi apa buktinya? Mari kita hitung perlahan-lahan.
Uang yang diterima petugas mula-mula Rp. kemudian diserahkan ke Bel-boy Rp. sehingga uang yang kini dipegang petugas Rp. .
Oleh Bel-boy, uang sebesar Rp. cuma diserahkan sebesar Rp. ke ketiga orang tadi. Sehingga si Bel-boy sekarang memegang Rp. .
Karena ketiga orang tersebut menerima kembali uang mereka sebesar Rp. dan masing-masing orang kebagian Rp. , maka ini artinya mereka masing-masing mengeluarkan uang Rp. . Karena ada tiga orang, ini artinya mereka bersama mengeluarkan Rp. Rp. . Nah, jumlah uang ini sama dengan uang yang dipegang petugas (Rp. ) ditambah uang yang sekarang dipegang Bel-boy (Rp. ), yaitu Rp. Rp. Rp. .
Nah, bila uang Rp. itu kita tambah dengan uang yang diserahkan ke ketiga orang tadi, yaitu Rp. maka jumlah uang yang beredar pada teka-teki tersebut adalah tetap, yaitu Rp. .
Walaupun teka-teki tersebut biasanya hanya untuk selingan ketika kita ngobrol dengan teman-teman, di warung kopi misalnya, tapi teka-teki semacam ini bisa bermanfaat bila diterapkan di dunia pendidikan kita. Setidaknya, bisa digunakan untuk memancing siswa agar tertarik pada pelajaran matematika atau bahasa.
Lantas, apa saja guna teka-teki tersebut bagi dunia pendidikan kita, bagi siswa-siswi kita di sekolah? Bila memang berguna bagaimana menyajikannya?
Menurut saya, teka-teki semacam ini, selain dapat digunakan sebagai selingan pada pelajaran matematika, juga dapat digunakan pada pelajaran bahasa. Kenapa? Karena dalam teka-teki ini kecermatan penggunaan kata dan kalimat sangat berperan dalam memahami dan menyelesaikan masalah pada teka-teki ini.
Dengan perkataan lain, teka-teki ini selain mengajari kelihaian bermatematika juga mengajari keterampilan “bersilat kata” dalam pelajaran bahasa. Jadi, untuk kasus teka-teki ini, terlihat jelas kaitan antara pelajaran matematika dan bahasa, yang sama-sama merupakan “sarana” untuk berfikir, bersilat “angka” dan bersilat “kata” dalam waktu yang nyaris bersamaan***.
Oh, iya. Bisa jadi teka-teki semacam ini dapat digunakan untuk menarik minat masyarakat pembaca yang katanya pusing bila berhadapan dengan “angka-angka biasa” dalam matematika, tapi tidak pusing bahkan senang bila berhadapan dengan “angka-angka” yang terkait dengan uang. Mungkin teka-teki semacam inilah yang bisa dijadikan contoh bagi macam
pembaca tersebut. Semoga!
Oh, iya lagi. Untuk kali ini saya sengaja tidak menyajikan ide dan cara bagaimana teka-teki ini disajikan dengan menarik pada siswa-siswi di sekolah. Oleh karena itu, saya nantikan pendapat Anda sekalian, khususnya bapak atau ibu guru matematika atau bahasa. Sekali-kali boleh juga bukan? Saya undang Anda untuk menyumbangkan ide dan sarannya, di kolom komentar tentunya. Atas sumbangan ide dan sarannya saya ucapkan terimakasih.
=======================================================
Ya sudah segitu saja ya untuk pertemuan kita kali ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Amin.
Catatan:
*Sumber:
Kafe Ketawa Ketiwi , dengan modifikasi di sana-sini.
**Teka-teki yang serupa pernah disajikan di blog
Buku Bekas.
*** Bila kita “teliti” lagi, teliti membaca teka-teki tersebut (yang saya modifikasi dari situs
Kafe Ketawa Ketiwi), sebenarnya ada sedikit kejanggalan, yakni janggal karena melanggar “kebiasaan”. Apa itu? Ya, kejanggalannya itu begini. Biasanya, bila kita masuk untuk menginap di hotel, berdasarkan pengalaman, hampir tidak pernah langsung ditarik bayaran. Biasanya pembayaran hotel itu dilakukan bila kita akan keluar hotel. Betul?

Teka-teki dari Kakek

Oleh: Al Jupri
“Anak-anak, tugas untuk minggu depan adalah membuat karangan. Kalian boleh mengarang apa saja sesuka kalian. Nanti karangan kalian akan ibu nilai dan kalian harus menceritakan karangan masing-masing di depan kelas!” demikian perintah Bu Jerry pada siswa-siswa kelas 5 SD Negeri Seribu-satu Dongeng, pada saat pelajaran bahasa Indonesia. Tom salah seorang siswa di kelas itu sedikit menggerutu. “Bu guru ini bagaimana sih, padahal minggu depan rencananya saya mau bolos, engga mau masuk kelas, eh ada PR lagi. Males deh….,” demikian gerutuan yang ada di pikiran Tom waktu itu.
Walaupun sedikit bandel, kadang-kadang suka bolos tanpa alasan yang jelas, Tom tetap saja seorang siswa yang cukup rajin bila diberi
PR, khususnya untuk pelajaran bahasa Indonesia.
Di rumah, sepulang dari sekolah, Tom segera mulai menulis karangan. Tapi, ia bingung mau menulis apa. Karangan-karangan yang sudah biasa ia buat, topiknya itu-itu saja, membosankan. Tiap kali menulis sebuah kalimat, lagi-lagi Tom kebingungan melanjutkan cerita untuk karangannya. Akhirnya, ia pun tak bisa menyelesaikan tugas karangannya hari itu.
Hari-hari terus berlalu. Tom masih saja belum membuat karangan untuk pelajaran bahasa Indonesianya. Sehari menjelang PR karangan itu akan dikumpulkan, Tom mulai berpikir keras. Sulit rupanya Tom memulai menulis karangannya. Padahal biasanya, Tom itu pandai mengarang. Kali ini, ia kesulitan.
Sore hari, seperti biasanya Tom nonton film kartun di TV ditemani
kakeknya. “Kek, saya susah nih mau bikin karangan, PR pelajaran bahasa Indonesia besok. Kek bantuin dong…,” ujar Tom ke kakeknya. Kakek Tom, yang merupakan seorang mantan guru besar matematika itu pun berkata, “Boleh, ntar kakek bantuin. Tapi, ntar dulu ya…, kakek lagi mikirin teka-teki nih…!” “Bagaimana teka-tekinya kek?” tanya Tom ke kakeknya itu. Dan terjadilah diskusi antara Tom dan kakeknya itu.
Kakek: “Teka-tekinya begini. Kawan kakek punya ternak ayam dan domba. Katanya, banyaknya kepala ayam dan kepala domba yang ia miliki 50, dan banyaknya kaki ayam dan kaki dombanya 140. Terus, berapa banyak ayam dan domba yang dimilikinya? Kakek masih bingung nih….” (Saya tidak tahu, apakah kakeknya Tom ini pura-pura saja, untuk mengetes cucunya itu? Atau beliau memang benar-benar kebingungan, belum tahu jawaban teka-teki tersebut)
Tom: “Kayaknya, saya bisa deh kek ngejawab teka-teki itu….., bentar ya…?” (Tom tampak berfikir serius)
Kakek: “Ok deh….”
Sementara waktu, sekitar 30 menitan, terjadilah tanya-jawab yang sangat hangat antara Tom dan kakeknya itu. Hingga akhirnya, Tom berhasil menjawab teka-teki tersebut seperti berikut ini.
Tom: “Karena ada 50 kepala. Tak mungkin semuanya kepala ayam. Kalau semuanya kepala ayam, maka jumlah kaki yang ada pasti 50 x 2 = 100 kaki. Tak mungkin juga semuanya kepala domba. Kalau semuanya kepala domba, maka jumlah semua kaki yang ada pasti 50 x 4 = 200 kaki.” (Tom kembali berfikir)
Kakek: “Ya betul, kakek setuju….”
Tom: “Kalau begitu begini saja. Misalkan ada 25 kepala ayam dan 25 kepala domba. Maka jumlah kaki yang ada adalah 25 x 2 = 50 ditambah 25 x 4 = 100, jadinya ada 150 kaki….”
Kakek: “Setuju….” (Kakek tampak ikut-ikutan berfikir seperti yang dilakukan Tom)
Tom: “Berarti kalau saya misalkan banyaknya kepala domba lebih banyak daripada kepala ayam, ini berarti banyaknya kaki lebih banyak. Berarti, supaya cocok ada 140 kaki, saya harus pilih kalau banyaknya kepala ayam itu lebih banyak daripada banyaknya kepala domba.”
Kakek: “Tom, coba kamu pilih banyaknya ….” (belum sempat kakek melanjutkan kata-katanya, Tom langsung menyela)
Tom: “Saya tahu Kek jawabannya…, saya pilih saja banyaknya kepala ayam itu 30, berarti banyaknya kepala domba itu 20. Karena ada 30 kepala ayam berarti ada 30 x 2 = 60 kaki. Karena ada 20 kepala domba, berarti ada 20 x 4 = 80 kaki. Jadinya, semuanya ada 60 + 80 = 140 kaki. Betul kan Kek?”
Kakek tampak berusaha memahami penjelasan cucunya itu.
Tom: “Jadinya, ada 30 ayam dan 20 domba.”
Kakek: “Oh iya ya…, betul! Sekarang Kakek ga bingung lagi nih….”
Tom: “Kek, katanya mau bantuin bikin karangan? Ayo dong gimana nih kek?”
Kakek: “Gini aja, tadi kan kamu sudah bisa ngejawab teka-teki dari Kakek. Nah, coba deh kamu ceritakan diskusi kita tadi dalam bentuk tulisan. Kamu tuliskan ke dalam karangan. Bisa kan?”
Akhirnya, Tom pun kegirangan. Ia punya ide untuk menulis karangannya itu. Malam hari, setelah sholat maghrib dan baca Qur’an Tom pun dengan lancar bisa menuliskan karangannya. Judul karangannya: “Teka-teki dari Kakek”, sama persis dengan judul artikel ini. Selamat membaca!
Catatan:
Untuk para pembaca, coba deh gunakan cara-cara berbeda untuk menjawab teka-teki di atas. Masih banyak cara-cara lain tentunya. Sengaja tak ditampilkan di tulisan ini, silakan beri tahu saya bila sudah ketemu cara-cara lain tersebut! Kesudian Anda memberi tahu saya, akan merupakan kebahagiaan bagi saya tentunya dan juga bagi pembaca lainnya. Betul?
Untuk para pembaca yang sudah “merasa cerdas”, mohon jangan menganggap remeh teka-teki di atas. Berarti, teka-teki ini bukan untuk Anda. Terimakasih.

Teka-teki Einstein

Teka-teki ini tidak mengandung trik ataupun jebakan, hanya murni logika Dan memiliki jawaban yang pasti.
Ada 5 buah rumah yang masing-masing memiliki warna berbeda. Setiap rumah dihuni satu orang pria dengan kebangsaan yang berbeda-beda.
Setiap penghuni menyukai jenis minuman tertentu, merokok satu merk rokok tertentu, dan memelihara satu jenis hewan tertentu.
Tak satu pun dari kelima orang itu yang minum minuman yang sama, merokok satu merk rokok yang sama, dan memelihara hewan yang sama seperti penghuni yang lain.
PERTANYAAN: orang manakah yang memelihara IKAN???
PETUNJUK :
Orang Inggris tinggal di dalam rumah bewarna merah.
Orang Swedia memelihara Anjing.
Orang Denmark senang minum teh.
Rumah bewarna putih terletak tepat di sebelah kiri rumah bewarna coklat.
Penghuni rumah bewarna putih senang minum kopi.
Orang yang merokok Pall Mall memelihara Burung.
Penghuni rumah yang terletak di tengah-tengah senang minum susu.
Penghuni rumah bewarna kuning merokok Dunhill.
Orang Norwegia tinggal di rumah paling pertama.
Orang yang merokok Marlboro tinggal disebelah orang yg memelihara Kucing.
Orang yang memelihara Kuda tinggal di sebelah orang yang merokok Dunhill.
Orang yang merokok Wintfield senang minum Bir.
Disebelah rumah bewarna biru tinggal orang Norwegia.
Orang Jerman merokok Rothmans.
Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yg minum air.
Albert Einstein menyusun teka - teki pada abad lalu.
Dia menyatakan 98% penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka - teki ini. Apakah anda termasuk yang 2%???
Tips, gunakan tabel untuk memudahkan, waktu yang digunakan cukup 15 - 30 menit. Good Luck!!!
bagi yang punya logika sangat baik tolong dipecahkan ya trus diinfokan ke yang laen.penasaran neh.tadi dah nyoba lom ketemu juga.kasih komen ya..terima kasih atas perhatiannya.gomapta.

Minggu, 20 April 2008

Mengembalikan Pendidikan Sebagai Prioritas Peradaban Bangsa

Republika Rabu, 19 Maret 2008

Oleh: Ervan Nugroho Rahmadi
SMP Smart Ekselensia Indonesia
Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa, Bogor

Pendidikan merupakan parameter yang mutlak untuk melihat kemajuan suatu bangsa dan peradaban. Kita telah mengenal peradaban-peradaban bangsa dari peradaban zaman purba, peradaban Timur Tengah dan peradaban dunia modern.

Pendidikan sebagai binnaul ummah generasi muda kita, telah mencapai taraf baru. Indikatornya dengan bermunculannya sekolah berstandar internasional, sekolah unggulan, dan sekolah terpadu. Sekolah dan civitas akademika yang hidup didalamnya, akan saling berinteraksi di kehidupan ilmiah.

Siswa dengan seragam yang dikenakannya, merupakan simbol perjuangan dalam meraih predikat manusia berilmu, manusia berakhlak dan bermartabat. Guru dengan seragam dinasnya, merupakan simbol 'ulama' yang mengkaji ilmu dan menyebarluaskan untuk generasi baru. Pemerintah dengan tanggung jawab dan program kerjanya berjuang untuk memberikan kemudahan, pengayoman, dan melindungi martabat serta kemajuan pendidikan bangsa.

Setiap tahun, masyarakat baik siswa, guru, pemerintah, berhak untuk berevaluasi atas pendidikan di Negara kita, sudahkah mencapai taraf memajukan negara di ranah positif ataukah masih jalan di tempat. Kita boleh melihat pengalaman negara Amerika Serikat yang meninjau kembali seluruh kurikulum sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah perguruan tinggi, meninjau kualitas guru, meninjau mata pelajaran, meninjau proses seleksi siswa, meninjau sistem evaluasi pembelajaran. Semua dilakukan oleh AS ketika Unisoviet berhasil meluncurkan satelit Spotnic, 4 oktober 1957.

Sebuah tamparan yang sangat keras bagi AS di saat perang dingin terjadi. Amerika berani mengambil revolusi dengan risiko yang sangat tinggi. Namun, usaha yang berisiko ini membuakan hasil yang luar biasa, Amerika Serikat berhasil meluncurkan manusia pertama yang menginjak bulan dengan satelitnya pada 14 juli 1969. Tidak jauh beda dengan negara Jepang pascaledakan bom atom di dua kota di tahun 1945. Negara yang kalah perang ini mengambil risiko dengan membangun kembali pendidikan dan ekonominya. Alhasil, Jepang menjadi negara dengan pendidikan yang maju dan ekonomi yang dapat mempengaruhi ekonomi dunia saat ini.

Kita bisa lihat dua negara yang berpikir positif. Pemerintah, siswa, dan guru yang bekerja bersama untuk kemajuan bangsa akhirnya dapat tercapai. Bagaimana dengan negara kita yang merdeka di tahun 1945? Namun, hingga detik ini tingkat kemiskinan, pengangguran, dan buta aksara masih ada. Menjadi perhatian besar, apakah kita berani mengambil risiko seperti dua negara tadi untuk memprioritaskan pendidikan dan ekonomi negara Indonesia. Civitas akademika perlu untuk kembali menggelorakan semangat diri dalam pendidikan kita. Pemerintah memerlukan keberanian dalam menyikapi pendidikan saat ini/ Program internet masuk sekolah dan desa-desa bukan hal yang seluruhnya positif, itu belum merupakan parameter keberhasilan pendidikan kita.

Ambigu target pendidikan kita
Pekerjaan rumah yang saat ini perlu untuk disikapi dengan benar adalah mengembalikan pendidikan sebagai prioritas peradaban bangsa Indonesia. Keberanian untuk mengevaluasi bagaimana mata pelajaran sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah kejuruan dan perguruan tinggi, apakah perlu pengurangan ataukah target output sekolah perlu dibenahi. Kita rasa bukan lulus ujian nasional sebagai target kita, namun kualitas pendidikan, kualitas ilmu sesuai tingkatan sekolah saat ini.

Kita rasa, belum semua 'masyarakat pendidikan' tahu dan paham apa makna sekolah dan goal setting pemerintah atas pendidikan di negara ini. Jika negara Amerika Serikat dan Jepang jelas. Mereka memiliki target untuk memajukan negara di bidang ekonomi, pendidikan, dan teknologi dengan meluncurkan satelit.

Negara besar, adalah negara yang siswanya pun menyadari makna sekolah, guru menyadari bahwa ia adalah tokoh besar untuk negara. Enam puluh tahun lebih kemerdekaan kita, selayaknya perlu untuk berani merevolusi pendidikan dan ekonomi bangsa.

( )

Sabtu, 19 April 2008

Pendidikan Jarak Jauh Manfaatkan Teknologi Informasi

Rabu, 02 April 2008

JAKARTA -- Sejak 1950-an sistem korespondensi digunakan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dalam mengusahakan pendidikan jarak jauh (PJJ) di seluruh Indonesia. Namun, sejak pendirian Universitas Terbuka (UT) pada 1984, PJJ telah memanfaatkan teknologi ajar moduler dan siaran radio. Teknologi PJJ kemudian berkembang terus hingga menggunakan teknologi baru berupa internet/online.

Fleksibilitas bagi perguruan tinggi untuk menyelenggarakan program pendidikan jarak jauh ini sesuai dengan ketentuan pemerintah sejak 2001. ''Kita memang memerlukan pendidikan berkualitas yang dapat menjangkau masyarakat luas tanpa hambatan geografi, demografi, sosial, ekonomi, dan sebagainya,'' ujar Rektor UT, M Atwi Suparman, seusai memimpin wisuda periode pertama 2008 UT, Selasa (1/4).

Menurut Atwi, dalam mengelola UT pihaknya telah memiliki jaringan internal 37 Unit Pendidikan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ-UT). ''Kami juga menyediakan berbagai layanan bantuan belajar, tutorial, siaran radio dan televisi, konseling, dan layanan online akademik maupun administrarif,'' jelasnya.

Lebih jauh Atwi menyatakan, UT juga menjalin kerja sama dengan institusi lain. Misalnya, perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta, PT Pos Indonesia, perusahaan kargo, jaringan televisi nasional, stasiun radio lokal dan nasional, perpustakaan daerah, dan industri telekomunikasi. ''Rencana strategis, rencana operasional, sistem jaminan kualitas, semuanya menggunakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,'' tegasnya.

Dalam waktu dekat, kata Atwi, UT sedang mempersiapkan sertifikasi International Organization for Standardization (ISO) yang diperlukan dalam dunia bisnis untuk sistem informasi dan kerja sama. UT Juga terus mendorong agar seluruh UPBJJ di seluruh Indonesia mendapat sertifikasi ISO 9001:2000. ''Salah satu aspek penting dalam sertifikasi ISO bagi sistem informasi akan ditujukan bagi keamanan sistem informasi,'' jelasnya.

Dengan demikian, kata Atwi, keamanan informasi yang dikelola UT akan lebih terjamin. Selain itu, lanjut dia, kepercayaan masyarakat terhadap keandalan manajemen UT akan meningkat. ''Hal itu dapat dimaklumi karena UT menggunakan teknologi informasi dalam layanan akademik, termasuk dalam pelaksanaan ujian,'' jaminnya. Atwi menegaskan, pihaknya akan menjadikan tersedianya UPBJJ yang profesional dalam rangka mewujudkan UT sebagai salah satu institusi unggulan. ''Unggul di antara institusi PTJJ di Asia pada 2010 dan di dunia pada 2020,'' tegasnya. eye

( )

Salah Kaprah 'Nilai' dalam Pendidikan

Rabu, 09 April 2008

Sudaryanto SPd
Guru (GTT) Bimbingan Konseling SMA N I Bayat, Klaten, Jawa Tengah

Tak dimungkiri, nilai adalah hal yang kerap menghampiri kehidupan manusia, baik yang kasat mata (terbaca) atau pun yang tidak. Nilai yang tak bisa dilihat misalnya, perilaku seseorang berbuat baik, ikhlas, keindahan, keburukan, dan lain sebagainya. Ini hanya dapat dirasakan oleh nurani orang yang melihatnya namun sangat susah diungkapkan dalam bentuk kata ataupun tulisan.

Sementara nilai yang dapat dilihat, misalnya, angka nilai hasil ujian sekolah murid SD hingga SMA-termasuk nilai Ujian Nasional. Juga nilai berupa huruf di buku rapor anak TK atau transkrip nilai mahasiswa.

Yang kita bicarakan di sini adalah nilai dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk tulisan yang hampir seluruh orang-terutama di Indonesia-mengetahui serta masih 'terpaku' kepadanya. Mengapa hal ini penting untuk disampaikan? Karena, hal ini menyangkut masa depan pendidikan di negeri berpenghuni 223 juta jiwa ini serta generasi penerus di masa mendatang.

Salah satu contoh nyata ketergantungan terhadap nilai adalah pada mata pelajaran agama. Semua tahu, agama adalah 'pondasi' awal agar anak dan atau siswa dapat memiliki filter dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam agama dipelajari berbagai perilaku baik dan buruk. Dan, yang harus menjadi pilihan tentu saja perilaku baik, sehingga masa depan anak (harapannya) bisa lebih cerah.

Celakanya, yang terjadi dewasa ini, ilmu agama yang diajarkan bukannya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Melainkan, tak lebih dari sekadar dihapal guna keperluan ujian akhir untuk menentukan kelulusan mereka di akhir jenjang pendidikan. Walhasil, ilmu agama yang mereka pelajari hanya bertahan sesaat dan hilang ketika ujian berakhir. Sementara akhlak anak, dijamin akan jeblok-bahkan buruk! Inilah awal 'kegagalan' mereka.

Sedangkan sejauh mana ketergantungan orang terhadap nilai di atas kertas, dapat dilihat saat pembagian rapor di sekolah, terutama SD. Setelah rapor selesai dibagikan, para orang tua siswa yang angka rapor anaknya tak ada yang merah, maka bisa dipastikan ia bangga dan sibuk menanyakan kepada orang tua siswa yang lain.

Pun, hingga jenjang perguruan tinggi (PT), hal seperti ini ternyata masih terjadi. Misalnya, usai ujian semester mahasiswa berjejal di depan papan pengumuman untuk melihat hasil ujian. Mahasiswa yang nilainya bagus, pasti bangga. Sementara yang nilai mata kuliahnya C bahkan D dipastikan merasa dirinya 'sangat buruk'. Dalam konteks ini, amat jelas bahwa 'nilai di atas kertas' bak 'dewa' yang pantas untuk dipuja-puja.

Harus diakui, pendidikan di negeri kita jauh tertinggal dari Jepang. Di Negeri Samurai itu, tak ada istilah tinggal kelas meskipun nilai siswa di bawah rata-rata. Mereka terus saja dididik hingga lulus SMA. Ketika lulus SMA, mereka telah disediakan berbagai jurusan di perguruan tinggi sehingga tinggal memilih jurusan yang pas dengan keahliannya selama ini.

Dengan sistem seperti ini, bisa dipastikan mental anak didik untuk maju akan terus ada, bukannya tertekan. Karena, mereka yakin nilai di atas kertas bukan ukuran sukses tidaknya seseorang di masa mendatang.

Untuk menuju hal ini, yang paling penting yang harus dioptimalkan adalah peran orang tua (keluarga). Orang tua harus ingat, nilai jelek di sekolah atau perguruan tinggi tidak serta merta bisa menunjukkan cerdas tidaknya seseorang atau berhasil tidaknya si anak di masa mendatang.

Pun, beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa orang yang sering sukses di berbagai bidang adalah mereka yang memiliki perilaku 'baik dan benar' yang tidak hanya mengandalkan nilai di atas kertas. Jadi, yang harus dilakukan adalah melihat potensi anak dan mengembangkannya semaksimal mungkin.

Kini, sudah saatnya kita kembali pada tujuan awal/utama dari penyelenggaraan pendidikan di negeri ini, yakni membentuk karakter manusia yang cerdas dan mulia. Bukan hanya bersandar pada ranah kognitif, namun juga afektif dan psikomotorik.

Nilai di atas kertas memang perlu, tetapi bukan sebuah kemutlakan untuk mengukur kemampuan seseorang. Jika kita selalu tergantung pada nilai, jelas akan berujung pada fase kecanduan nikmat sesaat namun menghancurkan masa depan. Tentu kita tak menginginkan hal itu terjadi, bukan?

( )

Mengamati Pendidikan Sipil dan Militer

Republika Rabu, 09 April 2008
Dr Muhadjir Effendy, MAP Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

Setelah reformasi, peran militer di panggung politik seolah surut. Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Dr Drs Muhadjir MAP, melakukan penelitian seputar peran TNI. Dia mendapati bukan hanya peran yang bergeser, tapi juga perhatian para ilmuwan terhadap institusi militer ini pun memudar. Sementara, dari sisi generasi pun sudah ada perubahan. Siswa Akademi Militer pada era 1970-an adalah produk antikomunisme, sedangkan era 1980-an adalah produk organisasi siswa intrasekolah (OSIS).

Selain meneliti peran militer, Muhadjir juga sedang mencermati masuknya sektor korporasi ke dunia pendidikan. Ia khawatir hal ini berdampak pada komersialisasi pelayanan pendidikan, sehingga mengurangi misi sosialnya. Kepada wartawan Republika, Asan Haji, Muhadjir Effendy memaparkan gagasannya.

Apa yang membuat Anda tertarik meneliti TNI?
Selain pengalaman masa kecil, saya ingin melihat kemungkinan perubahan drastis sejak era reformasi. Sejak itu, sepertinya perhatian kalangan ilmuwan terhadap TNI mulai surut. Padahal, dalam proses perubahan itu, TNI yang ekslusif tidak bisa sendirian (internalistik). Perlu pertolongan ilmuwan dan cendekiawan sosial. Apalagi, dinamika internal di tubuh TNI relatif tak banyak diketahui. Sementara itu, di negara demokratis manapun militer memegang peranan penting dan strategis. Militer harus menjadi institusi publik, karena pendanaannya dari publik. Untuk menjadi lebih terbuka itu, diperlukan pengamat dan ahli di luar militer.

Jadi, setelah reformasi, peran TNI bergeser?
Secara legal formal memang begitu. Itu tecermin dari UU No 34/2004. Namun, secara substansi dalam tubuh TNI itu tidak bisa sertamerta sesuai dengan legal formal. Sebab, masih membutuhkan waktu yang cukup. Itu pun tergantung dari komitmen internal TNI sendiri, selain faktor ekstrinsik.

Masalah apa yang Anda identifikasi di tubuh TNI?
Ada dua, yaitu ekstrinsik superfisial dan intrinsik substansial. Persoalan ekstrinsik superfisial itu yang tampak di permukaan dan mudah dibaca. Misalnya, masalah TNI tidak boleh berpolitik praktis, berbisnis, persoalan keterbatasan dana, dan perlengkapan yang masih tertinggal. Tapi, persoalan ekstrinsik itu bisa diseslesaikan lewat legal formal.

Apakah itu bisa menjamin?
Dalam realitanya, antara yang nyata dan sesungguhnya memang tidak sama. Tapi, secara hakiki, meski sudah ada UU, itu merupakan persoalan lain. Ya, paling tidak, sudah ada kemauan positif dari TNI untuk melakukan perubahan.

Persoalan TNI yang paling krusial saat ini apa?
Menurut saya, bukan pada persoalan ekstrinsik superfisialnya, tapi pada persoalan intrinsik substansial. Itu menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem pendidikan, reaktualisasi dan revitalisasi doktrin, penguatan ideologi, dan penanaman nilai.

Mengapa begitu?
Sistem pendidikan di TNI banyak yang tidak tahu. Seperti di Akmil, Kodiklat, maupun resimen-resimen di bawah naungan TNI. Apa benar sudah terjadi perubahan dalam hal kurikulum dan doktrin TNI. Seharusnya, semua itu ditata lebih dinamis, responsif, tapi tetap memiliki karakter sesuai jatidiri TNI. Sehingga, TNI bisa beperan sebagai flexible forces.

Menurut Anda, mana yang harus diprioritaskan pembenahannya, masalah ekstrinsik atau intrinsik?
Mestinya dilakukan secara simultan. Tapi, kalau disuruh memilih, saya lebih condong pada faktor intrinsik substansial diprioritaskan. Apalah artinya alat canggih, kalau ada di tangan orang yang tidak cocok dengan maksud alat tersebut.

Apakah oknum TNI yang berulah karena dominannya faktor ekstrinsik itu?
Saya kira, ya. Termasuk juga mengenai profesionalisme TNI. Profesionalisme TNI itu dianggap beres, kalau peralatan dan persenjataan lengkap, canggih, dan gaji bagus. Padahal, tidak sesederhana itu. Masalahnya, menyangkut prilaku, mental yang berkaitan dengan pendidikan, serta doktrin. Itu ada mata rantai antara penampakan, baik secara individu maupun korps yang terformula menjadi pegangan, yaitu nilai-nilai ksatria.

Konsep ksatria itu apa, tidak memudar karena tuntutan profesionalisme?
Konsep profesionalisme itu, memang bukan merupakan jati diri asli prajurit TNI. Jati diri TNI itu adalah sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, dan tentara nasional (negara). Meskipun begitu, profesionalisme tersebut menjadi pengganda kekuatan bagi jatidiri prajurit TNI. Jadi, prajurit TNI itu tanpa senjata pun sebenarnya akan tetap berjuang, apalagi dipersenjatai dengan baik dan lengkap.

Apakah sistem pendidikan di TNI selama ini sudah tepat?
Saya melihat, memang sudah ada upaya-upaya perbaikan seiring dengan adanya UU Nomor 34/2004. Tapi, TNI menghadapi kesulitan, sistem pendidikannya yang in fregain, bersifat tertutup. Pendidikan profesional hanya untuk kalangan perwira. Sedangkan, pendidikan tantama bersifat vocational. Pendidikan profesional di TNI itu khas. Berbeda dengan profesi lain, seperti dokter. Kalau dokter semua perguruan tinggi bisa buka. Tapi, militer itu hanya Akmil atau sekolah khusus perwira. Pengajarnya pun lulusan Akmil. Untuk melakukan perubahan relatif sulit. Karena, gurunya pasti mengajarkan seperti yang diperoleh dulu. Sehingga, terjadi pola perputaran terus-menerus.

Lalu, bagaimana seharusnya sistem pendidikan TNI itu?
Saya kira harus dipikirkan untuk memutus mata-rantai perputaran itu. Sehingga, perubahan yang signifikan bisa masuk. Makanya, harus terbuka dan ada pendidikan bandingan. Akmil itu mestinya tidak hanya di satu tempat. Seperti di Amerika Serikat, angkatan lautnya ada di beberapa tempat. Di samping itu, ada akselerasi dan sinkronisasi peserta didik. Baik itu sebelum, selama, dan sesudah mengikuti pendidikan di Akmil. Sinkronisasi antara spesifikasi pendidikan dan tugas harus sesuai kebutuhan.

Bagaimana dengan masalah revitalisasi dan reaktualisasi doktrin?
Revitalisasi itu menguatkan doktrin tentang tentara ksatria. Itu harus tertanam secara sadar pada tiap prajurit. Kebanggaan sebagai ksatria, di Indonesia merupakan derajat yang istimewa, karena di atas pebisnis dan politisi. Kalau ada TNI berpolitik praktis dan berbisnis, berarti derajatnya turun. Jika doktrin itu benar-benar direaktualisasikan, tidak ada tentara berbisnis dan berpolitik praktis. Sebab, ukuran profesi itu tidak harus kaya, punya kedudukan atau posisi penting, tapi tingkat pelayanan.

Apa maksud penguatan ideologi dan penanaman nilai?
Akar dasarnya itu berangkat dari nilai-nilai kesatria. Itu mengingat, ada perbedaan latar belakang yang signifikan antara Akmil angkatan 1970-an dan 1980-an. Akmil 1970-an visi ideologi politiknya anti-komunisi dan ekstrim kiri, sehingga cenderung berpolitik. Sebab, mereka direkrut dari kalangan aktivis KAPPI. Sedangkan, angkatan 1980-an cenderung apolitis, mereka memiliki latar belakang dari organisasi OSIS.

Kaitannya dengan tantangan TNI ke depan apa?
Risiko tantangan TNI, ke depan memang lebih berat. Contohnya, komitmen mengenai NKRI bagi TNI itu sudah harga mati. Tapi, jika DPR menyetujui ada referendum, apa TNI akan menolak. Belum lagi soal ideologi transnasional dan HAM. Itu akan menyulitkan TNI mendefinisikan jati dirinya. Sebab, TNI akan menghadapi konflik-konflik kepentingan yang sangat berat. Makanya, harus dinamis. Jika tidak, akan tertinggal dan TNI bisa kehilangan peran. Sebab, nanti tidak membutuhkan militer yang macho saja. Namun, militer yang ahli, tangkas, andal, dan cerdas serta profesional, tapi memiliki jiwa kesatria.

Bagaimana peran dan fungsi TNI yang ideal?
Menurut saya TNI harus jadi flexible forces, kekuatan yang lentur. Peranan dan fungsi TNI bisa dimodifikasi secara mendadak dan cepat sesuai kebutuhan. Tidak dipersempit hanya sebagai alat pertahanan.

Mengapa begitu?
Karena, doktrin sebagai alat pertahanan itu dikembangkan negara penjajah untuk mempertahankan kepentingannya di negara jajahan. Bagi Indonesia, pengertian alat pertahanan itu sama dengan tentara ‘rumahan’. Bila doktrin itu tetap dipertahankan, berarti memberi pekerjaan tak jelas pada TNI. Itu malah membuat TNI kebingungan. Mereka akan tersiksa sebagai kesatria. Pekerjaan tak jelas, tapi makan pajak negara. Itu menurunkan martabat mereka sebagai ksatria.

Formulasi flexible forces itu bagaimana?
Huntington memaparkan konsep produk keamanan nasional merupakan kontribusi dari tiga formulasi fungsi; keamanan eksternal dilakukan tentara, internal oleh polisi dan keamanan situasional dilakukan tokoh masyarakat, pebisnis, tokoh masyarakat selain tentara, dan polisi. Menurut saya, ketiga hal itu bersifat intersection. Misalnya, polisi menghadapi gugatan santri akan mudah terselesaikan jika melibatkan kiai. Itu karena kiai merupakan faktor stabilitas.

Selama tidak ada perang, peran TNI harus diarahkan ke mana?
Sesuai konsep flexible forces, lebih bermartabat kalau TNI diarahkan untuk mengatasi bencana alam. Itu mengingat, hampir setiap saat terjadi banjir, longsor, gempa, gunung meletus, dan lain-lain. Selama ini persoalan tersebut belum tertangani secara baik. Sedangkan, kita memiliki kekuatan TNI yang baik dan punya kemampuan, kenapa tidak dimanfaatkan. Memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Sebab, Inggris sudah mulai mengembangkan konsep ini.

Mengapa Anda mengatakan pendatang baru mengancam dunia pendidikan?
Memang, sekarang ada pemainpemain baru dari dunia korporasi. Menurut saya, dampaknya bakal kurang positif terutama terkait layanan pemerataan pendidikan. Visi korporasi ini profit oriented. Mereka menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis. Dengan modal besar dan jaringan (networking) yang luas, mereka bisa bisa menerkam semua pesaing dengan modal pas-pasan. Layanan sosial dalam dunia pendidikan jadi kabur dan mungkin bakal sirna.

Jadi Anda mengkhawatirkan hal ini?
Secara kelembagaan di Muhammadiyah kami tidak perlu khawatir. Namun, secara pribadi saya khawatir, karena bila semakin merajalela dan tak terbendung, korporasi bakal sangat dominan. Akibatnya, layanan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat akan semakin sulit. Pemeratan pendidikan, hanya menjadi wacana retorika semata. Apalagi, kalau yang digarap sudah habis, bukan tak mungkin merambah pangsa pasar kalangan menengah ke bawah. Mereka tidak hanya akan melakukan ekspansi lewat pendirian lembaga baru. Namun, bisa mencaplok institusi pendidikan yang sudah ada. Misalnya, lewat merger atau akuisisi. Yang paling berbahaya, jika sudah dalam bentuk akuisisi. Itu bisa terjadi monopoli atau oligopoli pengelolaan pendidikan. Nantinya, bidang ini dikuasai korporasi besar saja.

Tapi, kenapa Anda secara kelembagaan tidak merasa risau?
Saya tidak terlalu risau, karena UMM merupakan salah satu jaringan dari perguruan Muhammadiyah yang memiliki jaringan banyak. Tapi, saya tetap harus lebih responsif dalam menghadapi setiap perubahan. Baik itu di dalam tataran kompetisi maupun permintaan pasar. Selain itu, meningkatkan karya-karya riset yang bersifat inovatif.

Misalnya apa?
Segala kebutuhan bisa dipenuhi melalui inovasi dan riset. Makanya, sekarang yang sedang getol saya perjuangkan adalah bagaimana UMM bisa mandiri dalam banyak hal. Sehingga, semua kebutuhan bisa dipenuhi sendiri. Seperti kebutuhan listrik, saya buat mikro hidro di kampus III UMM. Selain itu, pendirian unit-unit usaha. Itu saya lakukan setahap demi setahap, agar semua kebutuhan bisa ditutup sendiri. Karena itu, pembiayaan pendidikan bisa terkurangi.

( )

Peran Keluarga dalam Pendidikan Usia Dini

Republika Selasa, 15 April 2008

Oleh :

Najamuddin Muhammad
Peneliti pada Center For Developing Islamic Education (CDIE) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Salah satu tema yang belum banyak disentuh oleh pengamat dan praktisi pendidikan adalah pentingnya pendidikan anak usia dini. Selama ini banyak arus pembicaraan pendidikan yang terfokus pada wacana pendidikan formal.

Padahal, menggalakkan wacana pendidikan anak usia dini tidak kalah pentingnya. Pendidikan anak usia dini termasuk fondasi paling fundamental bagi terbentuk dan terciptanya masa depan pendidikan remaja yang lebih edukatif.

Anak-anak mempunyai perkembangan mental, spiritual, dan moral yang potensial untuk dibangun. Pendidikan anak usia dini secara lebih ekstrem adalah awal paling potensial dari pembentukan karakter kepribadian dan jati diri.

Kalau dalam perjalanannya banyak perilaku nonedukatif yang dilakukan oleh pelajar remaja, maka akar persoalannya tidak hanya bertumpu pada faktor-faktor yang sudah berada pada eranya, tapi jauh lebih berperan adalah faktor tidak adanya perhatian penuh semenjak anak usia dini. Faktor yang demikian termasuk cukup dominan mengingat usia dini adalah usia yang cukup potensial perkembangan kejiwaan anak dan seakan menjadi cermin saat remaja.

Sebagaimana juga ditegaskan oleh Glueks (1986) bahwa remaja yang berpotensi menjadi nakal dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga tahun karena perilaku antisosialnya. Pendidikan anak usia dini adalah salah satu solusi paling fundamental untuk mengantisipasi melonjaknya pelbagai persoalan kenakalan remaja.

Penyebab perilaku menyimpang, mulai dari seks bebas, pemakaian narkoba, dan perilaku amoral lainnya adalah bobroknya bangunan mental anak semenjak usia dini sehingga ketika menginjak usia remaja banyak terkecoh oleh hal-hal yang negatif. Dengan demikian menggalakkan pendidikan usia dini adalah solusi jangka panjang yang sangat mendesak untuk segera diterapkan di tengah carut-marutnya moralitas kehidupan para remaja.

Pendidikan anak usia dini yang sangat penting untuk segera digalakkan adalah pada wilayah informal. Tapi, sebelum lebih praktis mengasuh pendidikan anak usia dini dari pihak keluarga, terlebih dahulu kita mengetahui peta perkembangan kejiwaan anak.

Bijou dalam bukunya Development in the Preschool Years A Fungsional Analisis (1986) memetakan menjadi lima periode perkembangan, yakni periode pralahir (pembuahan sampai lahir), masa neonatus (lahir dari 10-14 hari), masa bayi (dua minggu sampai dua tahun), masa kanak-kanak (dua tahun sampai remaja) yang terdiri dari dua tahap, masa kanak-kanak dini (dua sampai enam tahun) dan masa kanak-kanak akhir (6-13 tahun), serta masa puber (11-16 tahun).

Peran keluarga
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir. Begitu sebaliknya. Layaknya Imam Syafi'i yang dalam jangka usia tujuh tahun sudah hafal Alquran. Ini karena semasa dalam kandungan, ibunya sering menghafalkan dan membacakan ayat-ayat Alquran.

Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.

Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya.

Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.

Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini.

Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883). “Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.

Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.

Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.

Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.

Ikhtisar:
- Membangun kepribadian akan sangat efektif bila sejak dini.
- Masih banyak orang tua yang tak mampu mendidik anak dengan benar.
- Lingkungan pun akan sangat berpengaruh terhadap penciptaan karakter dan kepribadian anak-anak.

Dinas Pendidikan akan Tindak Tegas Sekolah Pungut Pembayaran UN

Republika Sabtu, 19 April 2008 14:19:00

Lebak-RoL-- Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak Banten, akan menindak tegas sekolah yang memungut Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2007/2008 yang digelar mulai 22 April 2008 .

"Semua peserta UN tidak dipungut bayaran, karena sudah dibiayai pemerintah,"kata Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak Banten Agus Hermawanto, Sabtu.

Ia mengatakan, jika ditemukan pengelola sekolah memungut bayaran UN, ia berjanji akan menindak tegas oknum itu. "Pelaksanaan UN gratis dan tidak dibebankan kepada orangtua. Soal-soal bidang studi yang diujikan didatangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional," katanya.

Kepada peserta UN, ia mengingatkan agar belajar lebih serius dan manfaatkan sisa waktu untuk meraih nilai kelulusan. Saat ini nilai penentu kelulusan sangat tinggi yakni 5,25 dibandingkan tahun lalu 4,25.

Pelajaran yang diujikan pun bertambah dari semula tiga bidang studi, menjadi enam mata pelajaran.

Mata pelajaran yang diujikan di tingkat SMA program IPA meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, dan Biologi. Untuk program IPS meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi.

Sedangkan, program Bahasa meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Bahasa Asing, dan Antropologi.

Jenjang MA Program Keagamaan materinya meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Matematika, dan Tasawuf/Ilmu Kalam. Tingkat SMK antara lain Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika.

"Saya ingin semua siswa lulus UN, karena itu gunakan waktu dengan sebaik-baiknya, belajar dan berdoa," kata dia. Orangtua juga harus memberikan semangat kepada putra-putrinya saat menghadapi UN nanti.

Menurut dia, apabila siswa kelas III itu tidak lulus UN maka ada dua pilihan yakni harus mengulang kembali atau mengikuti ujian Paket C (setara SMA).

Menyinggung pengamanan UN, ujar dia, pihaknya tidak setuju jika petugas polisi berada di sekolah, karena akan menambah beban psiokologis anak.

"Polisi hanya sebatas pengamanan soal UN, mulai dari pendistribusian hingga ke sekolah tujuan," tegasnya. Sementara itu, Suhardi (17) siswa kelas III SMAN Rangkasbitung mengaku tegang menjelang UN karena khawatir tidak bisa menjawab soal-soal ujian.

Ia terus belajar di rumah sendiri maupun rumah guru bidang studi yang di-UN-kan, saat masa liburan.

"Mudah-mudahan minggu depan saya bisa menjawab soal-soal bidang studi yang diujikan, sehingga berhasil meraih nilai kelulusan," ujar Suhardi. antara/abi

Megawati: Anak Jangan Cuma Disuruh Menghafal

Sabtu, 19 April 2008 | 15:54 WIB

JAKARTA, SABTU - Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri memberi wejangan kepada kepala sekolah dan para guru SD agar tidak cuma mengajari anak didiknya untuk menghafal tapi juga diajak berpikir. Ia bahkan sempat menegur guru didik siswa kelas VI SD Kebunkawung, Sukabumi, Jawa Barat, karena puluhan siswa tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana darinya tentang nama-nama binatang langka di Indonesia yang perlu dilindungi.

"Anak-anak jangan cuma disuruh hafal. Pikiran yang penting," ujar Megawati. Ia menyampaikan hal tersebut di sela acara penanaman pohon endomik di lahan kritis di kawasan Hutan Lindung Pangrango, Jawa Barat oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), pada Sabtu (19/4). Letak sekolah tersebut tidak jauh dari lokasi penanaman pohon.

Megawati mengatakan bahwa mengajak anak untuk berpikir itu sangat penting agar nantinya mereka bisa bertanggung jawab dengan apa yang mereka katakan. "Dia (anak-anak) harus diajak bertanggung jawab," tutur Megawati kepada Paidi, Kepala Sekolah SD tersebut yang mendampingi Megawati saat berkunjung ke sekolah itu.

Pada kesempatan itu, Megawati menyempatkan diri sekitar 30 menit mengajar anak-anak soal lingkungan hidup. Istri Taufiek Kiemas ini mengawali pengajarannya dengan bertanya kepada para siswa, binatang apa di Indonesia saat ini yang perlu dilindungi. Para siswa pun terlihat antusias mengikuti pelajaran yang diberikan Megawati meskipun ada rasa segan dan juga malu-malu menjawabnya.

Asti, salah satu siswa mengaku senang setelah mendapatkan pelajaran dari Megawati. Saat ditanya apa Megawati layak untuk menjadi presiden RI berikutnya, dengan malu-malu ia mengiyakannya. "Cocok. Ibu Mega masih muda... cantik," ujarnyanya. Di awal pengajarannya, Megawati sempat mengingatkan para siswa untuk mempersiapkan diri dengan baik menghadapi ujian nasional yang akan digelar 13 Mei 2008 nanti.


SMS

Perintis Kebangkitan Nasional Bukan Boedi Oetomo?

Kompas Sabtu, 19 April 2008 | 22:03 WIB

JAKARTA,SABTU - Perintis Kebangkitan Nasional bukanlah Boedi Oetomo, melainkan Kartini. Demikian disampaikan oleh Koordinator Indonesia Satu Rr. Berar Fathia di Jakarta, Sabtu (19/4). Berar mengatakan bahwa selama ini Kartini hanya dipandang sebagai pahlawan perempuan dan bukanlah tokoh yang memberikan kontribusi penting bagi kebangkitan nasional. Menurut Berar, Boedi Oetomo hanya memiliki kebangsaan yang terbata.

"Saya hari ini harus meluruskan sejarah kebangkitan nasional tadi yang tidak diketahui publik bahwa penggagasnya adalah Kartini, bukan Boedi Oetomo. Boedi Oetomo itu nasionalisme Jawa," ujar Berar di Jakarta, Sabtu (19/4).

Berar mengatakan pada masa penjajahan, perjuangan Kartini sengaja dibelokkan Belanda untuk sekedar "memusuhi" tatanan sosial dan politis yang diciptakan dan dikendalikan oleh laki-laki pribumi. "Sama kolonial kan memang dibikin sejarahnya seolah-olah Kartini hanya urusan perempuan tok karena membahayakan legitimasi penjajahan mereka kan. Kartini tidak hanya bicara tentang keperempuanan saja, tapi secara global," ujar Berar.

Alasan Berar mengemukakan bahwa Kartini-lah sebenarnya perintis kebangkitan nasional memang berkaitan dengan status Kartini sebagai bangsawan berpendidikan yang membuka kesempatannya untuk menyerap pemikiran modern namun tetap memiliki rasa nasionalisme. "Rupanya dia orang kebangsaan yang rasa nasionalismenya cukup besar. Mungkin dia pada saat itu sebagai bangsawan, komunikasinya dengan pihak Barat itu lebih mudah untuk menyerap pemikiran modern," tambah Berar. Menurut Berar, seharusnya ini akhirnya juga dapat membuka peluang kepemimpinan alternatif perempuan tanpa kendaraan politik seperti parpol.


LIN

Kamis, 17 April 2008

Cara Belajar Yang Baik Menurut Hukum Newton

Cara Belajar Yang Baik Menurut Hukum Newton

Oleh : Uripto Trisno Santoso *)

Banyak orangtua, guru dan mungkin teman kita memberikan nasihat agar kita belajar jauh hari sebelum waktu pelaksanaan ujian tiba. Tidak sedikit buku tentang cara belajar yang juga memberikan nasihat demikian. Secara umum kita semua setuju, terutama ketika kita masih duduk di bangku sekolah, agar belajar secara bertahap dan sistematis.

Sebaliknya, pada dasarnya kita tidak setuju cara belajar dengan Sistem Kebut Semalam (SKS), yakni belajar semalam suntuk hanya pada saat menjelang ujian keesokan harinya. Selain melelahkan dan mendatangkan stres, cara belajar SKS tidak memberikan hasil yang memuaskan, bahkan cenderung menuai kegagalan. Namun, dengan berbagai alasan banyak siswa atau mahasiswa yang masih suka belajar dengan cara SKS.

Melihat betapa besar pengorbanan orangtua dan mungkin juga sanak-saudara, mengeluarkan biaya dan mencurahkan perhatian kepada kita dengan harapan kita memperoleh pendidikan yang baik dan kelak memiliki bekal ilmu. Atau setidaknya ijazah yang dapat dijadikan prasyarat guna mendapatkan pekerjaan. Lebih jauh, masyarakat di kampung hingga negara juga menaruh harapan besar di pundak siswa sebagai penerus bangsa. Apa pun alasannya, belajar jelas penting dan sangat perlu apalagi bagi siswa, minimal untuk mencapai syarat kelulusan.

Untuk lebih memotivasi siswa dan guru, pada kesempatan ini penulis memaparkan tentang cara belajar yang baik ditinjau dari sudut pandang sains (ilmu pengetahuan), Juga memberikan alasan ilmiah mengapa kita lebih baik belajar secara berkesinambungan jauh hari sebelum ujian, bukan belajar dengan cara dadakan (SKS).

Ada beberapa hukum dalam sains yang dapat dijadikan landasan ilmiah tentang cara belajar yang baik, misalnya Hukum Newton. Hukum Newton sangat terkenal terutama dalam pelajaran fisika dan telah diaplikasikan dalam banyak bidang hingga sekarang. Misalnya untuk pembangunan jalan, jembatan, rumah, gedung bertingkat, perancangan peluru kendali hingga peluncuran roket ke luar angkasa.

Hukum I Newton

Hukum I Newton (Hukum Kesatu Newton), dikenal juga sebagai hukum kelembaman menyatakan, ‘Setiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan bila tidak dikenai gaya dari luar (resultan gaya sama dengan nol, SF = 0)’. Ini dapat diartikan, untuk mengubah keadaan benda dari diam menjadi bergerak, atau dari bergerak menjadi diam, diperlukan suatu gaya. Sedangkan benda yang bergerak lurus beraturan tidak memerlukan gaya lagi untuk tetap bergerak lurus beraturan (tanpa percepatan).

Sebagai contoh, pada saat kita berada dalam kendaraan yang sedang bergerak kemudian kendaraan dihentikan (direm) tiba-tiba, maka kita akan terdorong ke depan. Sebaliknya, pada saat kita berada dalam kendaraan yang sedang diam kemudian secara tiba-tiba dijalankan, maka kita akan cenderung tertarik ke belakang. Efek ini semakin nyata kalau kendaraan dijalankan dengan tiba-tiba pada kecepatan cukup tinggi. Apa artinya ini dikaitkan dengan cara belajar yang efektif?

Kita seringkali atau pernah mengalami suatu keadaan di mana kita merasa sangat kesulitan untuk memulai belajar. Ketika itu kita mungkin sudah menyiapkan buku dan perlengkapan belajar lainnya, kemudian duduk dan mungkin sambil menghidangkan makanan/minuman ringan sekadarnya disertai alunan musik dari radio/tape, tetapi bukannya materi pelajaran yang masuk, melainkan hanya membolak-balik halaman pertama. Sementara tanpa terasa makanan ringan di meja akhirnya habis, kita merasa lelah, berebah di tempat tidur, seakan-akan tiada kekuatan untuk berkonsentrasi dan melawan rasa malas, dan selanjutnya.

Tertidur. Hal ini dapat dimengerti, karena kita dari keadaan diam (belum pernah belajar) cenderung untuk tetap diam (tidak belajar). Lain halnya kalau kita diberi tugas atau PR (pekerjaan rumah) yang harus dikumpulkan esok harinya dan tugas ini akan dinilai serta mempengaruhi kualitas kelulusan, maka jika kita belum mengerjakannya dapat dipastikan kita memiliki suatu kekuatan besar dan terdorong untuk menyelesaikan tugas tersebut. Jadi, memang diperlukan suatu gaya dari luar (energi pendorong atau motivasi kuat) yang dapat memaksa kita dari keadaan diam (tidak belajar) menjadi berada dalam keadaan belajar.

Sebaliknya, jika kita berada dalam keadaan belajar dan bergerak lurus beraturan (maksudnya kita sudah memahami materi pelajaran, merasa enjoy belajarnya), maka kita sering ‘lupa waktu’. Kita tidak merasa berat untuk belajar bahkan sering merasa tertarik untuk terus belajar, kecuali kalau ada gaya dari luar yang sangat kuat. Misalnya, acara film yang sangat disukai atau kedatangan tamu spesial yang tidak bisa kita tolak.

Ini sesuai dengan Hukum I Newton, benda yang berada dalam keadaan bergerak lurus beraturan akan cenderung bergerak lurus beraturan, kecuali jika ada gaya dari luar yang bekerja pada benda tersebut. Jadi, menurut Hukum I Newton, kita sebaiknya belajar secara berkesinambungan dan teratur serta menghindari atau mengatasi segala sesuatu yang dapat menghambat usaha belajar kita.

Hukum II Newton

Kalau Hukum I Newton berbicara tentang kelembaman (keengganan untuk berubah), maka Hukum II Newton berbicara tentang percepatan (perubahan kecepatan). Hukum II Newton menyatakan, percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada sebuah benda sebanding dengan besar gaya, searah dengan gaya itu dan berbanding terbalik dengan massa kelembaman benda tersebut.

Artinya, semakin besar gaya yang bekerja pada benda maka semakin besar percepatan yang ditimbulkan. Sebaliknya, semakin kecil gaya yang bekerja maka semakin kecil percepatan yang ditimbulkan. Bila gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol maka tidak ada percepatan yang dihasilkan, artinya pada keadaan seperti ini Hukum I Newton yang berlaku. Karena percepatan berbanding terbalik dengan massa kelembaman, maka semakin besar massa benda semakin kecil percepatan yang dihasilkan oleh gaya yang sama. Jika suatu benda mengalami percepatan, maka kecepatannya akan semakin besar dengan bertambahnya waktu. Jika kecepatan benda semakin kecil dengan bertambahnya waktu, ini berarti benda tersebut mengalami perlambatan. Bagaimana kaitan antara Hukum II Newton dengan cara belajar yang baik?

Adakalanya semangat belajar begitu besar, tetapi di lain waktu kadang kita merasa kurang bersemangat untuk belajar. Karena semangat belajar mempengaruhi kualitas proses belajar maka tentu saja semangat belajar akan turut menentukan hasil dari proses belajar, yakni penguasaan materi, pengembangan materi hingga kualitas kelulusan kita (nilai hasil ujian).

Dari Hukum I Newton kita tahu, jika kita sudah dalam keadaan belajar secara beraturan berkesinambungan dan tidak ada sesuatu yang dapat mengganggu belajar kita maka kita cenderung untuk tetap terus belajar (berkesinambungan), namun dengan kecepatan penguasaan materi yang sama. Dari Hukum II Newton dapat kita nyatakan, diperlukan gaya (motivasi) untuk mengubah kecepatan pengusaan materi belajar. Jika besarnya motivasi untuk maju sama besar dengan keengganan kita untuk maju (yang berdampak pada suatu kemunduran), maka resultan gaya (SF) sama dengan nol. Berarti, proses belajar kita tidak mengalami kemajuan (tetap segitu-gitu aja). Tanpa adanya motivasi untuk lebih cepat menguasai materi atau motivasi untuk lebih banyak materi yang dikuasi. Bila kita menginginkan percepatan yang besar, diperlukan suatu motivasi yang semakin besar.

Massa kelembaman dapat diartikan sebagai tingkat keengganan (kemalasan) kita sendiri atau tingkat kesulitan materi pelajaran yang dihadapi. Semakin besar tingkat kemalasan atau semakin tinggi tingkat kesulitan materi pelajaran, maka diperlukan gaya (motivasi) yang besar untuk mencapai tingkat percepatan yang sama dalam proses penguasaan materi. Dengan kata lain, untuk tingkat penguasaan yang sama (setara), materi pelajaran yang lebih sulit memerlukan motivasi lebih besar daripada materi pelajaran yang relatif lebih mudah. Jika tingkat motivasi untuk pelajaran yang sangat sulit (kita memang mengalami kesulitan untuk menguasainya) kita buat sama dengan tingkat motivasi untuk pelajaran yang mudah, maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh akan berbeda.

Hukum III Newton

Hukum III Newton disebut juga Hukum Aksi-Reaksi. Apabila sebuah benda mengerjakan gaya pada benda lain (disebut aksi), maka benda kedua ini juga akan mengerjakan gaya yang sama besar pada benda pertama tetapi berlawanan arah dengan gaya dari benda pertama. Ini dapat diartikan, jika kita membenci suatu materi pelajaran, apa pun alasannya, maka pelajaran tersebut akan balas membenci kita. Akibatnya, semakin sulit bagi kita untuk menguasai materi pelajaran tersebut jika kita sendiri membenci pelajaran itu. Jadi, kita harus berusaha menyenangi pelajaran yang akan kita pelajari agar kita lebih mudah menguasai materi pelajaran tersebut.

Terkait dengan Hukum Newton tersebut, ada beberapa tips tentang cara belajar yang baik yang disarankan:

1. Jangan belajar hanya pada saat menjelang ujian. Jika terlalu lama dalam keadaan diam (tidak belajar), maka kita semakin sulit untuk memulainya. Semakin lama kita tidak belajar, semakin besar kecenderungan kita untuk tetap tidak belajar.

2. Buat suatu keadaan sedemikian hingga seolah-olah kita selalu dalam keadaan belajar. Ini tidak berarti kita harus terus menerus belajar tanpa istirahat. Dimaksud di sini, kita belajar secara berkesinambungan dan teratur. Sinambung artinya nyambung antara proses belajar hari ini dengan hari-hari kemarinnya. Kalaupun kita liburan, upayakan kita tidak lepas sama sekali dengan mata pelajaran.

3. Bangkitkan motivasi yang kuat untuk belajar, terutama untuk pelajaran yang lebih sulit. Semakin sulit materi pelajaran, semakin besar motivasi yang diperlukan untuk menguasainya. Untuk membangkitkan motivasi ada berbagai cara, antara lain: Bayangkan betapa puas dan bangganya kita kalau kita mampu menguasai pelajaran yang sulit; Anggaplah semua pelajaran penting dan berguna bagi masa depan kita; Kejarlah prestasi terbaik karena kesempatan yang lebih baik biasanya lebih memihak pada orang-orang terbaik; Ingat belajar itu termasuk ibadah. Tuhan tidak menilai kesuksesan belajar kita hanya dari nilai hasil ujian, tetapi Tuhan akan menilai proses perjuangan kita untuk memperoleh nilai tersebut.

4. Jangan sekali-kali membenci suatu mata pelajaran. Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Dalam hal ini mungkin anda belum mengenal mata pelajaran tersebut. Coba kenali lebih jauh, mungkin anda akan menyayanginya.

*) Staf Pengajar Fakultas MIPA Unlam Banjarbaru

Bodoh dan Pinter

Bodoh dan Pinter


Ada sesuatu yang menarik, ketika berdiskusi dengan mereka-mereka pelaku bisnis di Marketing Leadership Club, tentang orang bodoh dan orang pinter. Kira-kira anda termasuk kategori yang mana ya? Coba kita telaah beberapa statemen ringan ini:

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dibisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH) oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu di dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group). Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

___________
jack Febrian -- Dosen dan Praktisi Teknologi Informasi di Bandung. Telah menulis beberapa buku, diantaranya Menggunakan Internet, Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Menjelajah Dunia dengan Google, Tentang Pendidikan Tinggi di Indonesia, dll..

Pendidikan Bermutu di tengah Pentas Budaya Instan

Pendidikan Bermutu di tengah Pentas Budaya Instan

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Zaman sudah berubah. Semua orang maunya serba cepat. Jadinya, cenderung mengabaikan proses tapi ingin segera mendapat hasil. Apalagi di negara dengan etos kerja rendah seperti Indonesia. Akibatnya, budaya instan mulai masuk ke setiap kehidupan kita. Hidup di zaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu dapat kita dapatkan dengan mudah, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi telah memanjakan kita. Mau ngobrol dengan rekan atau saudara yang bermukim di belahan dunia lain, tinggal angkat telepon atau buka internet. Ingin belanja atau makan di restoran tapi malas keluar, tinggal pesan lewat telepon atau beli lewat situs. Mau transaksi —transfer uang, bayar listrik, kartu kredit, beli pulsa— tidak perlu susah-susah ke bank atau ATM. Semua bisa dilakukan lewat handphone. Bagi cewek-cewek yang ingin rambut panjang tidak perlu harus menunggu sampai berbulan-bulan. Cukup tunggu ½ jam saja dengan teknik hair extension, rambut bisa panjang sesuai keinginan.

Maklum, orang makin sibuk. Malas direpotkan dengan hal-hal ribet. Maunya serba instan. Salahkah itu?, selama masih mengikuti hukum alam, serba instan itu sah-sah saja. “Hidup yang baik dan sukses adalah hidup yang sesuai dengan proses alam”. Sampai level tertentu teknologi bisa kita pakai untuk mempercepat hal-hal yang bisa dipercepat sesuai hukum alam. Kemajuan teknologi dan tuntutan zaman, memungkinkan kita mendapatkan sesuatu serba cepat. Tetapi tidak asal cepat. Kualitas harus tetap terjaga. “Padi 100 hari baru panen itu bagus”. Tapi ingat itu ada yang bisa dipercepat. Mestinya, hasilnya harus lebih baik. Jadi, cepat, baik dan bermutu harus berlangsung bersama.

Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Mendapatkan sesuatu dengan mudah membuat orang enggan bersusah payah. Tak mau melewati proses. Alias malas. Yang penting cepat !. Bermutu atau tidak, itu urusan nanti. Berorientasi hanya pada hasil. Proses tidak penting. Parahnya, “virus” itu sudah menyebar ke berbagai aspek kehidupan. Ingin sukses dengan cara instan. Jadilah, banyak orang korupsi, punya gelar palsu, beli skripsi, ijazah aspal, asal lulus, cepat kaya lewat penggandaan uang dan lain sebagainya. Kalau memang berat, membosankan dan ketinggalan zaman mengapa kita harus bermutu? Kalau ada cara cepat yang memberi hasil, mengapa tidak dicoba?. Lebih lanjut, sekarang ini sudah terjadi pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individualis dan cenderung melecehkan hak orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang tak ragu-ragu mengorbankan orang lain.

Pendidikan Cenderung Dibisniskan.

Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.

Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Bahkan ada beberapa PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.

Tantangan Lulusan Sarjana di Era Informasi.

Ketika para sarjana memadati berbagai arena bursa kerja untuk menawarkan ilmu dan ijazah mereka, iklan-iklan penerimaan mahasiswa baru juga nyaris memenuhi halaman-halaman surat kabar. Dua fenomena tersebut ironis. Promosi Perguruan Tinggi untuk menjaring calon mahasiswa sama "gencarnya" dengan peningkatan pengangguran lulusan. Di sisi lain, perlu diajukan pertanyaan, kualifikasi apakah sebenarnya yang disyaratkan oleh para pencari tenaga kerja lulusan sarjana Perguruan Tinggi ini ?

Jawaban yang diperoleh para peneliti umumnya adalah campuran kualitas personal dan prestasi akademik. Tetapi pencari tenaga kerja tidak pernah mengonkretkan, misalnya, seberapa besar spesialisasi mereka mengharapkan suatu program studi di Perguruan Tinggi. Kualifikasi seperti memiliki kemampuan numerik, problem-solving dan komunikatif sering merupakan prediksi para pengelola Perguruan Tinggi daripada pernyataan eksplisit para pencari tenaga kerja. Hasil survei menunjukkan perubahan keinginan para pencari tenaga kerja tersebut adalah dalam hal kualifikasi lulusan Perguruan Tinggi yang mereka syaratkan.

Tidak setiap persyaratan kualifikasi yang dimuat di iklan lowongan kerja sama penting nilainya bagi para pencari tenaga kerja. Dalam prakteknya, kualifikasi yang dinyatakan sebagai "paling dicari" oleh para pencari tenaga kerja juga tidak selalu menjadi kualifikasi yang "paling menentukan" diterima atau tidaknya seorang lulusan sarjana dalam suatu pekerjaan.

Yang menarik, tiga kualifikasi kategori kompetensi personal, yaitu kejujuran, tanggung jawab, dan inisiatif, menjadi kualifikasi yang paling penting, paling dicari, dan paling menentukan dalam proses rekrutmen. Kompetensi interpersonal, seperti mampu bekerja sama dan fleksibel, dipandang paling dicari dan paling menentukan. Namun, meskipun sering dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks prestasi kumulatif (IPK) sebagai salah satu indikator keunggulan akademik tidak termasuk yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan.

Di sisi lain, reputasi institusi Pendidikan Tinggi yang antara lain diukur dengan status akreditasi program studi sama sekali tidak termasuk dalam daftar kualifikasi yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan proses rekrutmen lulusan sarjana oleh para pencari tenaga kerja.

Ada kecenderungan para pencari tenaga kerja "mengabaikan" bidang studi lulusan sarjana Dalam sebuah wawancara, seorang kepala HRD sebuah bank di Cirebon menegaskan, kesesuaian kualitas personal dengan sifat-sifat suatu bidang pekerjaan lebih menentukan diterima atau tidaknya seorang lulusan Perguruan Tinggi. Misalnya, posisi sebagai kasir bank menuntut kecepatan, kecekatan, dan ketepatan. Maka, lulusan sarnaja dengan kualitas ini punya peluang besar untuk diterima meskipun latar belakang bidang pendidikannya tidak sesuai. Kepala HRD itu mengatakan, "Saya pernah menerima Sarjana Pertanian dari Bogor sebagai kasir di bank kami dan menolak Sarjana Ekonomi manajemen dari Bandung yang IPK-nya sangat bagus."

Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja tersebut penting diperhatikan oleh pengelola Perguruan Tinggi untuk mengatasi tidak nyambung-nya antara Perguruan Tinggi dengan dunia kerja dan pengangguran lulusan. Jika pembenahan sistem seleksi mahasiswa baru dimaksudkan untuk menyaring mahasiswa sesuai kompetensi dasarnya, perhatian pada kualifikasi yang dituntut pasar kerja dimaksudkan sebagai patokan proses pengolahan kompetensi dasar tersebut. Untuk itu semua, kerja sama Perguruan Tinggi dan dunia kerja adalah perlu.


___________
Tata Sutabri S.Kom, MM -- Deputy Chairman of STMIK INTI INDONESIA, Pemerhati Dunia Pendidikan TI, Jl. Arjuna Utara No.35 – Duri Kepa Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 Telp. 5654969, e-mail : tata.sutabri@inti.ac.id .

Paradigma Pengembangan Sekolah Unggulan

Paradigma Pengembangan Sekolah Unggulan

Sekolah Unggulan dapat diartikan sebagai sekolah bermutu namu dalam penerapan saya bahkan penerapan semua kalangan bahwa dalam kategori unggulan tersirat harapan-harapan terhadap apa yang dapat diharapkan dimiliki oleh siswa setelah keluar dari sekolah unggulan. Harapan itu tak lain adalah sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan oleh siswa itu sendiri yaitu sejauh mana keluaran (output) sekolah itu memiliki kemampuan intelektual, moral dan keterampilan yang dapat berguna bagi masyarakat.

Untuk menyikapi semua itu, kita harus mengubah system pembelajaran yang selama ini berlaku disemua tingkat pendidikan yaitu adanya keterkungkungan siswa dana guru dalam melaksanakan PBM, saya selaku pengajar di SMA Negeri 1 Bulukumba telah merubah sisten itu sejak januari 2006. Sistem yang saya maksud adalah system dimana Siswa dan Guru dikejar dengan pencapaian target kurikulum dalam artian guru dituntut menyelesaikan semua materi yang ada dalam kurikulum tanpa memperhatikan ketuntasan belajar siswa, disamping itu adanya anggapan bahwa belajr adalah berupa transformasi pengetahuan (Transfer of knowlwdge).

Pada sisi unggulan semua system itu seharusnya tidak diterapkan agar apa yang menjadi harapan siswa, orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan kita selaku pengajar dan pendidik dapat tercapai. Mari kita sama-sama merubah semua itu dengan mengembangkan Learning How to Learn (Murphi,1992) atau belajar bagaimana belajar, artinya belajar itu tidak hanya berupa transformasi pengetahuan tetapi jauh lebih penting adalah mempersiapkan siswa belajar lebih jauh dari sumber-sumber yang mereka temukan dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain maupun dari lingkungan dimana dia tumbuh guna mengembangkan potensi dan perkembangan dirinya atau dengan kata lain belajar pada hakekatnya bagaimana mengartikulasikan pengetahu an-pengetahuan siswa kedalam kenyataan hidup yang sedang dan yang akan dihadapi oleh siswa.

Secara pribadi dalam hal mengembangkan sekolah kearah sekolah unggulan (sekolah bermutu) disamping perubahan-perubahan tersebut masih banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya : Sarana dan prasarana, Menejmen persekolahan,Visi dan Misi sekolah, Profesionalisme Guru dan lain-lain. Untuk Profesionalisme bukan berarti menguasai sebagian besar pengetahuan tatapi lebih penting adalah bagaimana membuat siswa dapat belajar, guru dan siswa disederhanakan agat tidat tercipta gep, adanya perilaku guru yang membuat siswa tersisih atau terpisah dari gurunya, guru dan siswa harus terjalin komunikasi agar dalam proses pembelajaran ada keterbukaan siswa mengeritik dan mengeluarkan pendapat. Sebab bukan tidak mungkin dengan pengaruh perkembangan teknologi siswa lebih pintar dari gurunya.

Itulah asumsi saya mengenai pengembangan sekolah unggulan, mudah-mudahan, pemerintah termasuk kawan-kawan seprofesi dapat menerapka hal tersebut bahkan mengembangkan lebih jauh lagi.



___________
Drs. Abdul Hadis -- .

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Sponsor by