Kamis, 17 Feb 2005,
Konsep sekolah berstandar internasional kian banyak diperkenalkan ke masyarakat, terutama di kota-kota besar.
Apa yang menarik dari sekolah seperti itu? Berikut petikan wawancara dengan Arief Rachman, pengamat pendidikan.
Sekolah-sekolah yang mengadopsi kurikulum internasional saat ini semakin menjamur. Tanggapan Anda?
Setiap sekolah memiliki fleksibilitas untuk menyempurnakan kurikulumnya. Termasuk kurikulum yang berstandar internasional, karena hal itu memberikan keleluasaan materi ajar yang diberikan kepada sekolah. Jadi, yang tepat bukan mengadopsi kurikulum tapi lebih pada menyempurnakan kurikulum. Dan ini boleh-boleh saja untuk mengembangkan sekolah tersebut.
Apakah sekolah seperti itu memang harus seperti sekolah internasional?
Ada sekolah yang memang ditujukan untuk masyarakat internasional. Misalnya Jakarta International School (JIS) atau Gandhi Memorial. Sekolah itu memang lebih ditujukan kepada masyarakat internasional yang ada di Indonesia. Jelas kurikulum yang mereka pakai adalah kurikulum internasional murni.
Akan tetapi, bila sekolah itu juga memiliki anak-anak didik dari anak Indonesia, mau tidak mau harus pula memberikan materi ajar yang sesuai dengan kurikulum Indonesia. Seperti soal agama, Bahasa Indonesia, atau PPKn. Apalagi untuk sekolah Indonesia sendiri. Hal itu sangat wajib diberlakukan, karena umumnya mereka mendidik anak-anak Indonesia.
Pembelajaran soal watak, agama dan jati diri bangsa harus ada. Sedangkan perluasan materi ajar dengan memakai standar internasional hanya tambahan saja dan itu dipersilakan.
Apakah ada kecenderungan sekolah-sekolah seperti itu tidak mengajarkan soal watak dan kepribadian Indonesia?
Kebanyakan mungkin ya. Yang ditawarkan di sekolah-sekolah tersebut adalah soal akademisnya yang memakai standar internasional. Misalnya mata pelajaran matematika yang bersertifikat, pelajaran science atau bahasa lainnya. Hal tersebut boleh saja. Ambil contoh seperti di Labschool. Di Indonesia, setidaknya ada 11 sekolah seperti itu yang memang menerapkan standar akademis internasional.
Akan tetapi, karena berdiri atas izin sekolah di Indonesia, mereka tetap harus memberikan pelajaran soal PPKn, agama, Bahasa Indonesia, pokoknya mata pelajaran yang berkaitan dengan karakteristik kepribadian bangsa itu mutlak harus ada. Apalagi ini juga merupakan persyaratan yang harus dipenuhi. Kalau melanggar tentu akan ada sanksi dari pemerintah.
Menurut Anda, adakah perbedaan mencolok antara lulusan dari sekolah umum biasa dengan sekolah berstandar internasional itu?
Itulah, selama ini yang menyedihkan adalah pandangan dari sebagian masyarakat yang malah bangga dengan sekolah internasional justru karena kelengkapan fasilitas-fasilitasnya saja. Ini terjadi karena adanya komersialisasi pendidikan itu sendiri. Kita harus sepakat bahwa menciptakan pendidikan bermutu itu bila menghasilkan tiga komponen penting yakni takwa, rasa kebangsaan yang baik, serta keilmuan yang kuat. Nah, selama ini yang dilihat baru keilmuannya saja. Mereka pintar tapi sering menghina bangsanya sendiri, selalu menilai bangsanya buruk, dan pemahaman agamanya pun buruk.
Kalau mereka mengeyam pendidikan plus, itu pun harus menjadi hasil yang baik yang memiliki tiga komponen itu. Barulah, hasil pendidikan itu baik. (wda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar